\
Udara memiliki fungsi yang sangat vital bagi kehidupan dunia. Apa
yang terjadi apabila tidak ada udara selama beberapa detik saja? Tentu manusia dan makhluk hidup
lain tidak bisa hidup. Selain itu, tidak adanya pelindung di lapisan bumi oleh ozon
permukaan juga dapat merusak jaringan mata apabila terpapar secara terus menerus.
Bencana ini tidak hanya sekadar angan saja karena bisa berpotensi terjadi apabila
kualitas udara di bumi ini semakin semakin memburuk. Itulah alasan mengapa kita
harus selalu menjaga kualitas udara yang ada di bumi ini.
Upaya
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara di Indonesia diatur dalam
Peraturan Pemerintah RI
Nomor
22 Tahun 2021 pada Lampiran VII. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara
(RPPMU) memuat pemanfaatan SDA,
pengendalian pencemaran udara yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan
pemulihan dampak pencemaran udara, pemeliharaan SDA, adaptasi dan mitigasi terhadap
perubahan iklim dan mempertimbangkan bentuk pemanfaatan serta status Mutu Udara
Ambien.
Udara Ambien adalah udara bebas di permukaan
bumi yang sangat dibutuhkan dan berpengaruh besar terhadap kesehatan makhluk
hidup sehingga perlu dipantau guna pengendalian pencemaran udara. Pencemaran
udara dapat diakibatkan oleh bencana alam dan dari kegiatan manusia. Beberapa
parameter yang perlu dipantau untuk mengetahui udara ambien telah tercemar atau
tidak di suatu wilayah adalah konsentrasi gas SO2, CO, NO2,
NH3, H2S, Pb, O3, HC dan total partikulat yang berbentuk
padatan (Debu). Gas-gas tersebut merupakan jenis unsur kimia yang diindikasikan
sebagai pencemar udara apabila melebihi indeks baku mutu yang diperboleh dan biasanya
dihasilkan dari besarnya proses pembakaran secara tidak sempurna oleh penggunaan
kendaraan secara terus-menerus maupun pembakaran oleh kegiatan industri.
Permasalahan di Indonesia yang tidak pernah usai
adalah meningkatnya jumlah kendaraan bermotor beserta konsumsi bahan bakar fosil dalam setiap
tahun. Tidak hanya itu saja, sektor lain yang turut
serta dalam menyumbang pencemaran udara adalah sumber tidak bergerak (cerobong asap dan
genset) dan kebisingan (noise). Tingkat
kebisingan suatu kegiatan juga harus memperhatikan baku mutu kebisingan yang
diizinkan. Standar Kebisingan di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri nomor 48
tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan
dan kenyamanan lingkungan. Konsentrasi yang terukur selanjutnya akan
dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2021 Lampiran VII Tentang Baku Mutu Udara Ambien. Apabila konsentrasi gas
buang melebihi indeks kualitas udara yang telah ditetapkan maka dapat dikatakan
suatu wilayah telah terjadi pencemaran udara. Menurut Basri (2010) dalam
penelitiannya tentang pencemaran udara dalam Antisipasi Teknis Pengelolaan
Sumber Daya Lingkungan menjelaskan bahwa udara dikatakan tercemari jika telah
melewati batas baku mutu udara ambien (udara bersih) seperti meningkatnya
konsentrasi karbondioksida (CO2) di udara dan akan mengakibatkan
naiknya suhu di bumi.
Standar kandungan CO di udara yakni tidak
boleh melebihi 9 ppm selama 8 jam berturut-turut dan tidak boleh dalam periode
waktu 1
jam sebagai upaya pengelolaan lingkungan udara ambien (Basuki 1992 dalam Basri
2021). Karbonmonoksida (CO) bersumber dari buangan kendaraan bermotor dan
proses industri. Konsentrasi maksimum SO2 yang diperbolehkan dalam
udara dibedakan dalam periode rata-rata 1
jam di permukiman 0.025 bpj dan periode rata-rata maksimum dalam
industri/dagang per 1
jalan sebesar 1.40 bpj. Sulfurdioksida (SO2) dihasilkan oleh
fasilitas dan panas dari pembangkit listrik. Nitrogen dioksida berasal dari
buangan kendaraan bermotor, fasilitas dan sumber panas. Standar Kesehatan yang
diperbolehkan bagi NO2 adalah 100 pg/m3 (0.05 ppm) selama 1 jam. Polusi
udara yang disebabkan oleh O3 adalah reaksi fotokimia dari polutan yang menyebabkan konsentrasi ozon
semakin meningkat. O3 dapat terbentuk di atmosfer dengan standar
Kesehatan 235 ug/m3 (0.12 ppm) selama 1 jam (Siburian, 2010).
Polusi udara yang menghasilkan residu berupa polusi
logam berat timbal berasal dari pembakaran, pewarnaan, hingga pembuatan kosmetik.
Suatu zat dapat dikatakan polutan apabila jumlah keberadaan nya melebihi batas
normal. Apabila polutan melebihi baku mutu yang ditetapkan maka bisa menyebabkan
beberapa permasalahan kesehatan seperti gangguan
pernapasan, pembengkakan paru-paru, kejang, hingga dapat menyebabkan kematian
(Masito, 2018). Untuk meminimalisasi penurunan kualitas udara pada suatu
wilayah khususnya perkotaan diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah
kota/desa agar tercipta lingkungan udara yang bersih dan sehat.
Polusi udara yang menghasilkan residu berupa polusi
logam berat timbal berasal dari pembakaran, pewarnaan, hingga pembuatan kosmetik.
Suatu zat dapat dikatakan polutan apabila jumlah keberadaan nya melebihi batas
normal. Apabila polutan melebihi baku mutu yang ditetapkan maka bisa menyebabkan
beberapa permasalahan kesehatan seperti gangguan
pernapasan, pembengkakan paru-paru, kejang, hingga dapat menyebabkan kematian
(Masito, 2018). Untuk meminimalisasi penurunan kualitas udara pada suatu
wilayah khususnya perkotaan diperlukan adanya kebijakan dari pemerintah
kota/desa agar tercipta lingkungan udara yang bersih dan sehat.
Pemantauan kualitas udara harus dilakukan secara
berkala berdasarkan UPL-UKL dengan melakukan pengujian di laboratorium
lingkungan. Kualitas udara ambien diukur berdasarkan udara bebas yang ada di permukiman. Indonesia
secara resmi menggunakan Indeks Standar Kualitas Udara (ISPU) yang sesuai
dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Indeks
Standar Pencemar Udara. Indeks Standar Pencemar Udara dibuat untuk mengetahui
informasi kualitas udara dengan menggunakan rentang nilai tanpa menggunakan
satuan agar memudahkan pemahaman masyarakat. Kadar parameter pencemar udara
yang terukur meliputi CO, NO2,
O3, SO2 dan total Partikulat. Rentang Indeks Standar
Pencemar Udara dibagi menjadi beberapa kategori yang menjelaskan kondisi
kualitas udara ambien pada suatu wilayah.
Kategori Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) (Siburian.2010)
Masing-masing
parameter memiliki pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara. Pengukuran dari
masing-masing parameter memiliki periode rata-rata waktu pengukuran tertentu. Dari
perolehan pengukuran, dibuat batas indeks standar pencemar udara dalam satuan
matriks sehingga dapat diketahui masing-masing konsentrasi pencemar udara dalam
satuan matriks.
Parameter | Waktu Pengukuran |
Partikular (PM10) | 24 Jam |
Sulfur Dioksida (SO2) | 24 Jam |
Karbon Monoksida (CO) | 8 Jam |
Ozon (O3) | 1 Jam |
Nitrogen Dioksida (NO2) | 1 Jam |
(Periode Waktu Pengukuran Parameter)
Indeks
Standar Pencemar Udara pada Tahun 2020 tercatat data ISPU PM10
paling buruk dengan rentang 300 yang sangat membahayakan bagi kesehatan
manusia. Parameter PM10 dan PM2.5 merupakan jenis
parameter yang sangat sensitif dan dapat merubah hasil dari kualitas udara
(Rita, 2016). Udara Ambien dapat dikatakan bersih apabila memiliki
karakteristik komponen utama Oksigen sebesar 20,9 %, Nitrogen 78.02%, Argon 0,93%
dan Karbon Dioksida 0.033% (Kautsar, 2021). Sedangkan, pada minggu ketiga bulan
November, tercatat pada tanggal 16 November 2021 di wilayah Surabaya Indeks
Kualitas Udara mencapai 163 AQI US dengan kategori tidak sehat. AQI US (Air
Quality Index) dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) memiliki perbedaan
yang terletak pada penentuan skala dan kategori. Tetapi, keduanya memiliki
prinsip perhitungan yang sama. Namun, yang perlu digaris bawahi, perhitungan
Indeks Kualitas Udara (IKU) TIDAK SAMA dengan perhitungan AQI. Pada IKU
menggunakan skala rentang 0-100 yang menunjukkan apabila semakin tinggi skala
maka akan semakin baik pula kualitas udara disuatu wilayah. sedangkan, pada
perhitungan AQI menggunakan skala rentang 0-300 lebih yang menunjukkan apabila
semakin tinggi skala maka akan semakin buruk kualitas udara disuatu wilayah.
Kendala Penanganan polusi udara di Indonesia
terletak pada beberapa aspek, salah satunya adalah kebutuhan dan kebiasaan
masyarakat dalam penggunaan kendaraan pribadi yang tidak dapat dihindarkan,
disamping itu minimnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan transportasi umum
masih menjadi hambatan ditambah dengan inftrastruktur transportasi umum yang
kurang memadai. Minimnya kesadaran masyarakat disebabkan karena sulitnya akses
informasi terkait Indeks Standar Pencemar Udara yang tidak dipublikasikan. Oleh karenanya, diperlukan komitmen kuat
pemerintah dalam mengurangi ketergantungan masyarakat pada kendaraan pribadi
dan lebih memperhatikan dampak ekologi pada tahun – tahun mendatang.
Refrensi:
Basri Iwan Setiawan. 2010. Pencemaran Udara
dalam Antisipasi
Teknis Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan. Jurnal SMARTek,
Vol. 8, No. 2, Mei 2010: 120 – 129.
Masito Ani. 2018. Analisis Risiko Kualitas
Udara Ambien (No2 Dan So2)
Dan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Di Wilayah
Kalianak
Surabaya. Surabaya: Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.10, No.4,
Oktober 2018: 394-401.
Kautsar Fachrial dan Herlinda Olivia. 2021. Air
Pollution CISDI report
2021. Center For Indonesia’s Strategic Development
Initiatives.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2021
tentang Baku Mutu Udara Ambien.
Rini, Titien Setiyo. 2010. Kebijakan Sistem
Transportasi Kota
Surabaya Dalam Rangka Pengendalian Pencemaran Udara Area
Transportasi. JURNAL REKAYASA PERENCANAAN, Vol. I, No. 2,
Februari 2005.
Rita, Diah Dwiana Lestiani, Dkk. 2016. Air
Quality (Pm10 And Pm2.5)
For Completing The Environmental Quality Index. Ecolab
Vol. 10
No. 1 Januari 2016 : 1 - 48
Siburian
Saidal. 2010. Pencemaran Udara dan Emisi Gas Rumah
Kaca. Jakarta Selatan:
Penerbit Kreasi Cendekia Pustaka (KCP).
PT. AXO Green Laboratory - Green Chemistry Green Laboratory