\
Hutan memiliki pengaruh besar pada hampir
seluruh kehidupan di bumi. Hutan juga memiliki potensi yang sangat besar dalam
menyumbang sumber pendapatan masyarakat dan dapat pula digunakan sebagai
peluang investasi di bidang kehutanan apabila dapat dikelola dengan baik. Manfaat ekologis hutan dapat dilihat dari fungsi
hutan yang menjadi habitat bagi kehidupan liar, pengatur tata air bagi kawasan
sekitarnya, pengendali iklim mikro, juga penghasil oksigen. Sedangkan manfaat
sosial budaya dapat dilihat bahwa banyak suku asli Indonesia yang
menggantungkan kehidupannya pada hutan. Mulai tinggal berdampingan dengan
kawasan hutan hingga menjadikan hutan sebagai pusat dan sumber kehidupan
mereka, seperti Suku Dayak Bahau Talivaq yang menjadikan hutan sebagai sumber
kehidupan mereka, mulai dari pemenuhan, pangan, papan, obat-obatan, dan areal
kuburan.Untuk menjaga dan memelihara Kekayaan hutan yang
melimpah dengan sumber data alam, diperlukan upaya konservasi sumber daya alam
seperti konservasi hutan baik didalam dan diluar hutan meliputi suaka
margasatwa, suaka alam, taman wisata hingga taman hutan raya.
Indonesia
merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari kawasan hutan.
Besarnya kawasan hutan yang dimiliki Indonesia menjadikan hutan Indonesia
dijuluki sebagai paru-paru dunia. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki
kawasan hutan terbesar adalah Kalimantan. Pulau Kalimantan merupakan daerah
dengan hutan hujan tropis terluas di Asia Tenggara. Hutan Kalimantan merupakan
salah satu habitat beragam spesies biologis di bumi. Namun, seperti di daerah
tropis lainnya, hutan yang mendatangkan banyak manfaat ini selalu berkurang
luasnya, akibatnya mengancam keberadaan beragam spesies penghuni hutan. Menurut
penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR), antara tahun
2000 dan 2017 ditemukan 6,04 juta hektar hutan tua berkurang di Kalimantan.
Sementara itu, berdasarkan informasi dari situs web Trubus (news.trubus.id),
Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa dalam kurun waktu 2013 dan 2017
Kalimantan merupakan wilayah dengan deforestasi tertinggi yang nilainya
mencapai 2 juta hektar. Luasan hutan di Indonesia mengalami penurunan dari
tahun ke tahun yang diakibatkan oleh peningkatan aktivitas penebangan hutan
baik secara illegal maupun non illegal. Penyebab lain yang menambah pesatnya
penurunan luas hutan adalah terjadinya pembukaan lahan yang digunakan sebagai
perkebunan secara besar-besaran, khususnya pada perkebunan kelapa sawit. Seperti
yang kita ketahui bahwa kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati
terbesar didunia dan memiliki potensi peningkatan dalam setiap tahunnya. Adanya industri
kelapa sawit ini juga akan menopang kehidupan masyarakat, seperti menyediakan
lapangan pekerjaan sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Namun, ditengah perannya yang besar terhadap perekonomian dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia, industri kelapa sawit harus
menghadapi berbagai tantangan yang semakin besar, khususnya mengenai isu
lingkungan. Perekonomian Indonesia yang semakin
berkembang serta penduduk yang semakin meningkat, mendorong tingginya
permintaan lahan. Penggunaan lahan untuk aktivitas ekonomi menimbulkan ancaman
bagi kelestarian hutan. Alih fungsi lahan, pelanggaran batas, pembalakan liar,
dan perdagangan tumbuhan dan satwa secara ilegal merupakan beberapa aktivitas
yang mengancam kelestarian hutan. Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan
salah satu masalah serius yang dihadapi hutan Indonesia. Prosedur yang kurang
tepat dalam mengubah fungsi lahan mendorong terjadinya kerusakan hutan dan
lahan. Membakar hutan dan lahan untuk persiapan lahan merupakan cara yang
paling sering dilakukan karena paling mudah dan ekonomis. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit pada
akhirnya akan mengkonversi kawasan hutan, khususnya pada lahan gambut. Sehingga
akan menyebabkan degradasi lahan (kerusakan lahan) dimana lahan mengalami
penurunan produktivitas. Hutan
yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman
monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologisdi
areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai
habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai. Pembukaan
lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan salah
satu pemicu terjadinya kebakaran hutan.
(Kebakaran hutan dan
lahan di Pulau Sumatra dan Kalimantan telah menyebabkan polusi udara yang
berbahaya hingga menjangkau wilayah Malaysia dan Singapura)
Pembakaran lahan pada saat
deforestasi juga akan menyebabkan peningkatan emisi karbon yang berakibat
meningkatnya intensitas efek gas rumah kaca pada atmosfer. Kualitas udara ambien dapat berubah secara signifikan akibat
kebakaran hutan dikarenakan banyaknya polutan yang dihasilkan. Kebakaran hutan
menghasilkan emisi CO2 , CO, partikulat, dan hidrokarbon . Emisi polutan ke
udara dari sisa pembakaran hutan dengan kadar konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan proses sebaran udara tidak bisa tercampur dengan baik sehingga
tidak dapat mengangkut bahan pencemar secara efektif. Wujud polutan dari
kebakaran hutan ini dalam bentuk asap yang mengandung banyak partikulatSelain itu, deforestasi
juga menyumbangkan kerusakan lingkungan dalam jumlah yang besar. Deforestasi
yang dimaksud berupa penebangan hutan, konversi hutan alam
untuk ekspansi pertanian, tambang, perkebunan, transmigrasi, penebangan liar,
penebangan hutan, serta kebakaran hutan. Permasalahan Deforestasi yang sempat
menjadi sorotan ditanah air adalah kasus Pertambangan yang terjadi di desa
Wadas yang diduga terjadi intimidasi warga yang menolak penambangan di wilayah
mereka. Sejumlah warga Desa Wadas menolak penambangan batu andesit karena
dianggap akan merusak lingkungan. Batuan tersebut akan dijadikan salah satu
material dalam proyek pembangunan Bendungan Bener yang termasuk dalam proyek
strategis nasional.
Adapun
dampak yang ditimbulkan dari Deforestasi / akibat dari kerusakan hutan :
Dalam pemantauan kualitas udara ambien, konsentrasi polutan ditentukan dengan menggunakan waktu pengukuran sesaat yaitu selama 1 jam dan 8 jam dan dapat pula menggunakan waktu pengukuran dalam 24 jam. Waktu pengukuran sesaat selama 1 jam dapat dilakukan oleh pangambilan contoh uji Sulfur Dioksida (SO2), Karbonmonoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Ozon (O3). Waktu pengukuran sesaat dapat pula dilakukan selama 8 jam oleh pengambilan contoh uji Karbonmonoksida (CO), dan Ozon (O3). Sedangkan waktu pengukuran 24 jam dapat dilakukan oleh Karbonmonoksida (CO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Timbal (Pb), dan
Adapun dampak yang ditimbulkan dari Deforestasi / akibat dari kerusakan hutan :
Hutan merupakan
sumberdaya alam yang tidak teernilai karena didalamnya terkandung
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan
non kayu, pengatur tata air, pencegah banjir, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahun, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan sebagainya.
oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk pencegahan dan perlindungan dari
kebakaran hutan. Salah satu upaya untuk mengurangi kebakaran hutan adalah
dengan melakukan kegiatan monitoring kejadian kebakaran dan melakukan pemetaan
luasan hutan secara berkala untuk melihat distribusi dan perubahan luasan hutan
akibat terjadinya kebakaran hutan. Teknologi setelit penginderaan jauh dapat
digunakan untuk melakukan pementauan curah hujan, kebakaran dan perubahan
luasan hutan, karean teknologi ini mempunyai kemampuan resolusi temporan yang
relative cepat sehingga dapat memberikan informasi permukaan Bumi secara secara
terus menerus.
Hutan
merupakan sumberdaya alam yang tidak teernilai karena didalamnya terkandung
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan
non kayu, pengatur tata air, pencegah banjir, perlindungan alam hayati untuk
kepentingan ilmu pengetahun, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan sebagainya.
oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk pencegahan dan perlindungan dari
kebakaran hutan. Salah satu upaya untuk mengurangi kebakaran hutan adalah
dengan melakukan kegiatan monitoring kejadian kebakaran dan melakukan pemetaan
luasan hutan secara berkala untuk melihat distribusi dan perubahan luasan hutan
akibat terjadinya kebakaran hutan. Teknologi setelit penginderaan jauh dapat
digunakan untuk melakukan pementauan curah hujan, kebakaran dan perubahan luasan
hutan, karean teknologi ini mempunyai kemampuan resolusi temporan yang relative
cepat sehingga dapat memberikan informasi permukaan Bumi secara secara terus
menerus.
Pemerintah
melakukan berbagai upaya mencegah deforestasi dan degradasi hutan, diantaranya
yaitu melalui kebijakan trategis moratorium pemberian izin baru pada hutan
primer dan lahan gambut yang terus dipertahankan sampai saat ini, memberikan
lahan kepada masyarakat untuk mengelolanya secara lestari dan bertanggungjawab,
menyelesaikan berbagai konflik penggunaan lahan, dan melakukan pemantauan izin
serta penegakan hukum. Kelapa sawit yang dimanfaatkan sebagai minyak
nabati selain meningkatkan perekononian juga dapat meningkatkan kerusakan lahan
(Degradasi). Pemerintah melakukan
kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta untuk pencegahan dan pemadaman
dini kebakaran hutan dan lahan, termasukmembentuk bridage pemadam api (fire
brigade), pengelolaan ekosistem gambut, restorasi landkap hutan,
dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan kawasan konservasi
melalui program perhutanan sosial, dan pengelolaan hutan lestari melalui
penerapan mandatory forest dan sertifikasi
hasil hutan. Berdasarkan
data Perkembangan Luas Lahan Berhutan di Indonesia Kementerian Lingkungan Hudup
dan Kehutanan (KemenLHK), pada tahun 2019 Hutan memiliki luasan sebesar 94,1
juta Ha atau 50% dari total daratan. Sedangkan pada tahun 2021 dikabarkan oleh
KemenLHK luas hutan menjadi 90,2 Ha. Rasio luas tutupan hutan alam dibanding
luas daratan pun semakin terlihat miris. Jumlah tersebut akan berperan dalam
usaha Indonesia unutk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memenuhu target yang
dudah ditetapkan untuk mengatasi perubahan iklim.
Pemerintah melakukan
berbagai upaya mencegah deforestasi dan degradasi hutan, diantaranya yaitu
melalui kebijakan trategis moratorium pemberian izin baru pada hutan primer dan
lahan gambut yang terus dipertahankan sampai saat ini, memberikan lahan kepada
masyarakat untuk mengelolanya secara lestari dan bertanggungjawab,
menyelesaikan berbagai konflik penggunaan lahan, dan melakukan pemantauan izin
serta penegakan hukum. Kelapa
sawit yang dimanfaatkan sebagai minyak nabati selain meningkatkan perekononian
juga dapat meningkatkan kerusakan lahan (Degradasi). Pemerintah melakukan
kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta untuk pencegahan dan pemadaman
dini kebakaran hutan dan lahan, termasukmembentuk bridage pemadam api (fire
brigade), pengelolaan ekosistem gambut, restorasi landkap hutan, dan
melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan kawasan konservasi melalui
program perhutanan sosial, dan pengelolaan hutan lestari melalui
penerapan mandatory forest dan sertifikasi
hasil hutan. Berdasarkan
data Perkembangan Luas Lahan Berhutan di Indonesia Kementerian Lingkungan Hudup
dan Kehutanan (KemenLHK), pada tahun 2019 Hutan memiliki luasan sebesar 94,1
juta Ha atau 50% dari total daratan. Sedangkan pada tahun 2021 dikabarkan oleh
KemenLHK luas hutan menjadi 90,2 Ha. Rasio luas tutupan hutan alam dibanding
luas daratan pun semakin terlihat miris. Jumlah tersebut akan berperan dalam
usaha Indonesia unutk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memenuhu target yang
dudah ditetapkan untuk mengatasi perubahan iklim.
(Saragih samdysara, 2016) – Bisnis.com
(Saragih samdysara,
2016) – Bisnis.com
Kerusakan Hutan di Indonesia telah berada pada level
yang sangat kritis. Hal ini telah dilakukan penelitian yang menyebutkan pahwa
Indonesia menjadi negara pengrusak hutan tertinggi di dunia dikarenakan banyak
Kawasan hutan yang mengalami masalah kerusakan. Beberapa bentuk terjadinya
kerusakan hutan dipicu oleh berbagai kegiatan seperti :
Kerusakan Hutan di Indonesia telah berada pada level yang sangat kritis. Hal ini telah dilakukan penelitian yang menyebutkan pahwa Indonesia menjadi negara pengrusak hutan tertinggi di dunia dikarenakan banyak Kawasan hutan yang mengalami masalah kerusakan. Beberapa bentuk terjadinya kerusakan hutan dipicu oleh berbagai kegiatan seperti :
Sebagai negara Hukum, Indonesia seharusnya memegang
otoritas tertinggi dalam penyelamatan hutan di Indonesia dan memberikan sanksi
tegas kepada pihak pengusaha atau yang terkait agar lebih lebih menjalankan
hukum yang sesuai dengan UU yang ada, yaitu UU no 18 tahun 2013 sehingga adanya
efek jera bagi pelaku perusakan hutan. Untuk pihak pengusaha agar memperhatikan
peraturan-peraturan pemerintah dalam mengolah hasil hutan dan dalam alih fungsi
lahan hutan, sehingga dikemudian hari tidak terjadi masalah hutan yang
mengakibatkan bencana bagi lingkungan dan manusia serta saran bagi masyarakat
yang langsung bersentuhan dengan hutan adalah hendaknya menjaga hutan dan menghindari
prilaku negatif yang berujung pada kerusakan hutan serta saran untuk masyarakat
luas adalah hendak nya cermat dan efisien dalam memakai produk olahan hasil
hutan sehingga bisa mengurangi permintaan terhadap hasil olahan hutan. Dasar
Hukum yang memegang wewenang tentang kerusakan di Indonesia yang terdapat pada
UU no 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hutan Indonesia secara berkelanjutan. Ketentuan perundangan ini adalah lex specialis
(ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Kehutanan). UU P3H bertujuan untuk menjerat
kejahatan kehutanan yang sistematis dan sulit untuk diselesaikan oleh UU No. 41
tahun 1999. Salah satu pasal dari UU P3H
yang secara gamblang melarang kegiatan perusakan hutan adalah Pasal 19, Pasal
20, Pasal 21, dan Pasal 22. Pasal tersebut mengatur bagaimana UU P3H mengatur
salah satu kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, yaitu penebangan liar.
Untuk mengurangi dampak negatif industri
kelapa sawit terhadap lingkungan, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan
sebagai mitigasi atau mengurangi emisi karbon. Diantaranya adalah melakukan
evaluasi kesesuaian lahan, yaitu dengan mengidentifikasi karakteristik lahan
gambut sebelum melakukan deforestasi untuk pembukaan lahan perkebunan. Selain
itu, juga dapat mengaplikasikan teknik zero burning yaitu teknik pembukaan
lahan tanpa melakukan pembakaran pada lahan. Tentunya, untuk mengurangi dampak
negatif yang ditimbulkan juga diperlukan dukungan kebijakan pemerintah. Salah
satunya yaitu telah
dikeluarkannya
Permentan No.11 Tahun 2015 tentang penerapan ISPO atau Indonesian Sustainable
Palm Oil (ISPO). Penerapan ISPO dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan
perkebunan kelapa sawit melalui penerapan 7 prinsip dan kriteria. Pengelolaan
lahan gambut dalam ISPO didukung dengan peraturan Permentan No. 14 Tahun 2009
dan Inpres No. 10 Tahun 2011.
Beberapa
pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan kejadian kebakaran hutan
dan lahan yaitu:
Sebagai negara Hukum, Indonesia seharusnya
memegang otoritas tertinggi dalam penyelamatan hutan di Indonesia dan
memberikan sanksi tegas kepada pihak pengusaha atau yang terkait agar lebih
lebih menjalankan hukum yang sesuai dengan UU yang ada, yaitu UU no 18 tahun
2013 sehingga adanya efek jera bagi pelaku perusakan hutan. Untuk pihak
pengusaha agar memperhatikan peraturan-peraturan pemerintah dalam mengolah
hasil hutan dan dalam alih fungsi lahan hutan, sehingga dikemudian hari tidak
terjadi masalah hutan yang mengakibatkan bencana bagi lingkungan dan manusia
serta saran bagi masyarakat yang langsung bersentuhan dengan hutan adalah
hendaknya menjaga hutan dan menghindari prilaku negatif yang berujung pada
kerusakan hutan serta saran untuk masyarakat luas adalah hendak nya cermat dan
efisien dalam memakai produk olahan hasil hutan sehingga bisa mengurangi
permintaan terhadap hasil olahan hutan. Dasar Hukum yang memegang wewenang
tentang kerusakan di Indonesia yang terdapat pada UU no 18 tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan bertujuan untuk menjaga
keberlangsungan hutan Indonesia secara berkelanjutan. Ketentuan
perundangan ini adalah lex specialis (ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun
1999 tentang Kehutanan (Kehutanan). UU P3H bertujuan untuk menjerat kejahatan kehutanan yang
sistematis dan sulit untuk diselesaikan oleh UU No. 41 tahun 1999. Salah satu pasal dari UU P3H yang secara gamblang melarang
kegiatan perusakan hutan adalah Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22.
Pasal tersebut mengatur bagaimana UU P3H mengatur salah satu kegiatan yang
menimbulkan kerusakan hutan, yaitu penebangan liar.
Untuk mengurangi dampak
negatif industri kelapa sawit terhadap lingkungan, terdapat beberapa upaya yang
dapat dilakukan sebagai mitigasi atau mengurangi emisi karbon. Diantaranya
adalah melakukan evaluasi kesesuaian lahan, yaitu dengan mengidentifikasi
karakteristik lahan gambut sebelum melakukan deforestasi untuk pembukaan lahan
perkebunan. Selain itu, juga dapat mengaplikasikan teknik zero burning yaitu
teknik pembukaan lahan tanpa melakukan pembakaran pada lahan. Tentunya, untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan juga diperlukan dukungan kebijakan
pemerintah. Salah satunya yaitu telah
dikeluarkannya Permentan No.11 Tahun 2015
tentang penerapan ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Penerapan
ISPO dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan perkebunan kelapa sawit melalui
penerapan 7 prinsip dan kriteria. Pengelolaan lahan gambut dalam ISPO didukung
dengan peraturan Permentan No. 14 Tahun 2009 dan Inpres No. 10 Tahun 2011.
Beberapa pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk
menurunkan kejadian kebakaran hutan dan lahan yaitu
Melihat pentingnya peran hutan bagi keseimbangan ekosistem dunia,
alangkah baiknya bagi kita untuk dapat turut serta saling bersinergi bersama
masyarakat lainnya untuk bersama-sama menjaga hutan yang ada, karena hutan yang
lestari adalah salah satu pendukung paling penting untuk menjaga keseimbangan alam.
Peringatan
Hari Hutan Sedunia diadakan dengan tujuan agar kita semakin sadar dan peduli
tentang betapa pentingnya hutan bagi kehidupan setiap makhluk hidup yang
tinggal di bumi kita ini.
Ada berbagai ekosistem yang
tinggal di dalam hutan, jika hutan terus dihabisi maka akan banyak kerugian
yang kita rasakan, pasalnya bukan hanya kita yang membutuhkan hutan tetapi juga
para generasi penerus kita. Udara yang bersih bisa dihasilkan oleh hutan yang ada di
sekitar kita, penyerapan karbon dioksida yang dikeluarkan membantu kita untuk
mengurangi kadar racun dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan demikian sudah
selayaknya kita menjaga dan melestarikan hutan di sekitar kita. Selain itu dengan semakin banyaknya hutan yang hilang
menyebabkan perubahan iklim yang akan berpengaruh pada kehidupan kita
sehari-hari, contohnya pemanasan global. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan antara lain:
Melihat pentingnya peran hutan bagi keseimbangan ekosistem dunia,
alangkah baiknya bagi kita untuk dapat turut serta saling bersinergi bersama
masyarakat lainnya untuk bersama-sama menjaga hutan yang ada, karena hutan yang
lestari adalah salah satu pendukung paling penting untuk menjaga keseimbangan
alam. Peringatan Hari Hutan Sedunia diadakan dengan tujuan agar
kita semakin sadar dan peduli tentang betapa pentingnya hutan bagi kehidupan
setiap makhluk hidup yang tinggal di bumi kita ini.
Ada berbagai ekosistem yang tinggal di dalam hutan, jika
hutan terus dihabisi maka akan banyak kerugian yang kita rasakan, pasalnya
bukan hanya kita yang membutuhkan hutan tetapi juga para generasi penerus kita.
Udara yang bersih bisa dihasilkan oleh hutan yang
ada di sekitar kita, penyerapan karbon dioksida yang dikeluarkan membantu kita
untuk mengurangi kadar racun dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan demikian
sudah selayaknya kita menjaga dan melestarikan hutan di sekitar kita. Selain itu dengan
semakin banyaknya hutan yang hilang menyebabkan perubahan iklim yang akan
berpengaruh pada kehidupan kita sehari-hari, contohnya pemanasan global. Hal-hal
yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan antara lain:
Pada
tanggal 21 Maret pada setiap tahunnya negara-negara didorong untuk melakukan
upaya berskala lokal, Nasional maupun Internasional untuk membuat acara yang
masih bersinggungan dengan hutan dan pohon. Memperingati hari kehutanan sedunia bisa dilakukan dengan cara yang
paling sederhana yaitu dengan menghemat penggunaan kertas dan menghemat
penggunaan tissue. Tanpa sadar, setiap hari kita pasti menggunakan atau paling
tidak sangat berhubungan dengan kertas. boros kertas ternyata turut membantu
laju pangurangan hutan (Deforestasi). Dalam sehari, jutaan lembar kertas yang
digunakan oleh orang Indonesia sehingga ada jutaan pula pohon hutan yan
ditebang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan meminimalisasi pengugnaan
kertas, maka kita turut membantu menyelamatkan hutan Indonesia. Cara menghemat
penggunaan kertas dapat dilakukan berupa Menggunakan kertas dua sisi,
Menggunakan Kertas Bekas, Memaksimalkan dokumen secara digital, Menggunakan
kertas daur ulang atau kertas berbahan non kayu, memanfaatkan media digital
sebagai pengganti menyebarkan brosur.
Pada tanggal 21 Maret pada setiap tahunnya negara-negara didorong untuk melakukan upaya berskala lokal, Nasional maupun Internasional untuk membuat acara yang masih bersinggungan dengan hutan dan pohon. Memperingati hari kehutanan sedunia bisa dilakukan dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menghemat penggunaan kertas dan menghemat penggunaan tissue. Tanpa sadar, setiap hari kita pasti menggunakan atau paling tidak sangat berhubungan dengan kertas. boros kertas ternyata turut membantu laju pangurangan hutan (Deforestasi). Dalam sehari, jutaan lembar kertas yang digunakan oleh orang Indonesia sehingga ada jutaan pula pohon hutan yan ditebang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan meminimalisasi pengugnaan kertas, maka kita turut membantu menyelamatkan hutan Indonesia. Cara menghemat penggunaan kertas dapat dilakukan berupa Menggunakan kertas dua sisi, Menggunakan Kertas Bekas, Memaksimalkan dokumen secara digital, Menggunakan kertas daur ulang atau kertas berbahan non kayu, memanfaatkan media digital sebagai pengganti menyebarkan brosur.
Refrensi:
Anggarini Nanin dan Bambang Trisakti, 2011.
Kajian
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kebakaran
Hutan dan Deforestasi di
Provinsi Kamimantan
Barat. Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8, 2011:11-20.
Aron
Pangihutan Christian Tampubolon dan Rachmat
Boedisantoso. 2016. Analisis
Persebaran Polutan
Karbon Monoksida dan Partikulat dari Kebakaran
Hutan di
Sumatera Selatan. JURNAL TEKNIK ITS Vol.
5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539
(2301-9271 Print)
Dyah
Nur Isnain, APLIKASI REGRESI DATA PANEL DALAM
MENENTUKAN DETERMINAN DEFORESTASI
DI
KALIMANTAN PERIODE 2014-2018 Determinants of
Deforestation in Kalimantan
2014-2018: A Panel Data
Application. 2019. Seminar Nasional Official Statistics
2019: Pengembangan Official Statistics dalam
mendukung Implementasi SDG’s
Izzatul Kamilia dan Nawiyanto. 2015. KERUSAKAN HUTAN
DAN MUNCULNYA
GERAKAN KONSERVASI DI
LERENG GUNUNG LAMONGAN, KLAKAH 1999-2013.
Volume 1 (3)
Maret 2015
Iqbal
Musyafa. 2020. https://www.aa.com.tr/id/nasional/indonesia-tekan-kasus- kebakaran-hutan-untuk-turunkan-emisi-karbon/1954995 .
https://www.aa.com.tr/
Nurbaya, siti, 2018, https://www.sitinurbaya.com/status-hutan-indonesia-the- state-of-indonesias-forests-2018 , SitiNurbaya.com
Saragih samdysara,
2016, https://ekonomi.bisnis.com/read/ 20160203/99/515864/jokowi-kaget-hutan-industri-kalah-luas-dari-kebun-sawit, Bisnis.com.
PT. AXO Green Laboratory - Green Chemistry Green Laboratory