\
Hutan memiliki pengaruh besar pada hampir seluruh kehidupan di bumi. Hutan juga memiliki potensi yang sangat besar dalam menyumbang sumber pendapatan masyarakat dan dapat pula digunakan sebagai peluang investasi di bidang kehutanan apabila dapat dikelola dengan baik. Manfaat ekologis hutan dapat dilihat dari fungsi hutan yang menjadi habitat bagi kehidupan liar, pengatur tata air bagi kawasan sekitarnya, pengendali iklim mikro, juga penghasil oksigen. Sedangkan manfaat sosial budaya dapat dilihat bahwa banyak suku asli Indonesia yang menggantungkan kehidupannya pada hutan. Mulai tinggal berdampingan dengan kawasan hutan hingga menjadikan hutan sebagai pusat dan sumber kehidupan mereka, seperti Suku Dayak Bahau Talivaq yang menjadikan hutan sebagai sumber kehidupan mereka, mulai dari pemenuhan, pangan, papan, obat-obatan, dan areal kuburan.Untuk menjaga dan memelihara Kekayaan hutan yang melimpah dengan sumber data alam, diperlukan upaya konservasi sumber daya alam seperti konservasi hutan baik didalam dan diluar hutan meliputi suaka margasatwa, suaka alam, taman wisata hingga taman hutan raya. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari kawasan hutan. Besarnya kawasan hutan yang dimiliki Indonesia menjadikan hutan Indonesia dijuluki sebagai paru-paru dunia. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kawasan hutan terbesar adalah Kalimantan. Pulau Kalimantan merupakan daerah dengan hutan hujan tropis terluas di Asia Tenggara. Hutan Kalimantan merupakan salah satu habitat beragam spesies biologis di bumi. Namun, seperti di daerah tropis lainnya, hutan yang mendatangkan banyak manfaat ini selalu berkurang luasnya, akibatnya mengancam keberadaan beragam spesies penghuni hutan. Menurut penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR), antara tahun 2000 dan 2017 ditemukan 6,04 juta hektar hutan tua berkurang di Kalimantan. Sementara itu, berdasarkan informasi dari situs web Trubus (news.trubus.id), Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat bahwa dalam kurun waktu 2013 dan 2017 Kalimantan merupakan wilayah dengan deforestasi tertinggi yang nilainya mencapai 2 juta hektar. Luasan hutan di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun yang diakibatkan oleh peningkatan aktivitas penebangan hutan baik secara illegal maupun non illegal. Penyebab lain yang menambah pesatnya penurunan luas hutan adalah terjadinya pembukaan lahan yang digunakan sebagai perkebunan secara besar-besaran, khususnya pada perkebunan kelapa sawit. Seperti yang kita ketahui bahwa kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati terbesar didunia dan memiliki potensi peningkatan dalam setiap tahunnya. Adanya industri kelapa sawit ini juga akan menopang kehidupan masyarakat, seperti menyediakan lapangan pekerjaan sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ditengah perannya yang besar terhadap perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia, industri kelapa sawit harus menghadapi berbagai tantangan yang semakin besar, khususnya mengenai isu lingkungan. Perekonomian Indonesia yang semakin berkembang serta penduduk yang semakin meningkat, mendorong tingginya permintaan lahan. Penggunaan lahan untuk aktivitas ekonomi menimbulkan ancaman bagi kelestarian hutan. Alih fungsi lahan, pelanggaran batas, pembalakan liar, dan perdagangan tumbuhan dan satwa secara ilegal merupakan beberapa aktivitas yang mengancam kelestarian hutan. Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi hutan Indonesia. Prosedur yang kurang tepat dalam mengubah fungsi lahan mendorong terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Membakar hutan dan lahan untuk persiapan lahan merupakan cara yang paling sering dilakukan karena paling mudah dan ekonomis. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit pada akhirnya akan mengkonversi kawasan hutan, khususnya pada lahan gambut. Sehingga akan menyebabkan degradasi lahan (kerusakan lahan) dimana lahan mengalami penurunan produktivitas. Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan ekologisdi areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan.
(Kebakaran hutan dan lahan di Pulau Sumatra dan Kalimantan telah menyebabkan polusi udara yang berbahaya hingga menjangkau wilayah Malaysia dan Singapura)
Pembakaran lahan pada saat deforestasi juga akan menyebabkan peningkatan emisi karbon yang berakibat meningkatnya intensitas efek gas rumah kaca pada atmosfer. Kualitas udara ambien dapat berubah secara signifikan akibat kebakaran hutan dikarenakan banyaknya polutan yang dihasilkan. Kebakaran hutan menghasilkan emisi CO2 , CO, partikulat, dan hidrokarbon . Emisi polutan ke udara dari sisa pembakaran hutan dengan kadar konsentrasi tinggi dapat menyebabkan proses sebaran udara tidak bisa tercampur dengan baik sehingga tidak dapat mengangkut bahan pencemar secara efektif. Wujud polutan dari kebakaran hutan ini dalam bentuk asap yang mengandung banyak partikulatSelain itu, deforestasi juga menyumbangkan kerusakan lingkungan dalam jumlah yang besar. Deforestasi yang dimaksud berupa penebangan hutan, konversi hutan alam untuk ekspansi pertanian, tambang, perkebunan, transmigrasi, penebangan liar, penebangan hutan, serta kebakaran hutan. Permasalahan Deforestasi yang sempat menjadi sorotan ditanah air adalah kasus Pertambangan yang terjadi di desa Wadas yang diduga terjadi intimidasi warga yang menolak penambangan di wilayah mereka. Sejumlah warga Desa Wadas menolak penambangan batu andesit karena dianggap akan merusak lingkungan. Batuan tersebut akan dijadikan salah satu material dalam proyek pembangunan Bendungan Bener yang termasuk dalam proyek strategis nasional. Adapun dampak yang ditimbulkan dari Deforestasi / akibat dari kerusakan hutan :
Dalam pemantauan kualitas udara ambien, konsentrasi polutan ditentukan dengan menggunakan waktu pengukuran sesaat yaitu selama 1 jam dan 8 jam dan dapat pula menggunakan waktu pengukuran dalam 24 jam. Waktu pengukuran sesaat selama 1 jam dapat dilakukan oleh pangambilan contoh uji Sulfur Dioksida (SO2), Karbonmonoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Ozon (O3). Waktu pengukuran sesaat dapat pula dilakukan selama 8 jam oleh pengambilan contoh uji Karbonmonoksida (CO), dan Ozon (O3). Sedangkan waktu pengukuran 24 jam dapat dilakukan oleh Karbonmonoksida (CO2), Nitrogen Dioksida (NO2), Timbal (Pb), dan
Adapun dampak yang ditimbulkan dari Deforestasi / akibat dari kerusakan hutan :
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak teernilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non kayu, pengatur tata air, pencegah banjir, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahun, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan sebagainya. oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk pencegahan dan perlindungan dari kebakaran hutan. Salah satu upaya untuk mengurangi kebakaran hutan adalah dengan melakukan kegiatan monitoring kejadian kebakaran dan melakukan pemetaan luasan hutan secara berkala untuk melihat distribusi dan perubahan luasan hutan akibat terjadinya kebakaran hutan. Teknologi setelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk melakukan pementauan curah hujan, kebakaran dan perubahan luasan hutan, karean teknologi ini mempunyai kemampuan resolusi temporan yang relative cepat sehingga dapat memberikan informasi permukaan Bumi secara secara terus menerus.
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak teernilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non kayu, pengatur tata air, pencegah banjir, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahun, kebudayaan, rekreasi, pariwisata, dan sebagainya. oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk pencegahan dan perlindungan dari kebakaran hutan. Salah satu upaya untuk mengurangi kebakaran hutan adalah dengan melakukan kegiatan monitoring kejadian kebakaran dan melakukan pemetaan luasan hutan secara berkala untuk melihat distribusi dan perubahan luasan hutan akibat terjadinya kebakaran hutan. Teknologi setelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk melakukan pementauan curah hujan, kebakaran dan perubahan luasan hutan, karean teknologi ini mempunyai kemampuan resolusi temporan yang relative cepat sehingga dapat memberikan informasi permukaan Bumi secara secara terus menerus. Pemerintah melakukan berbagai upaya mencegah deforestasi dan degradasi hutan, diantaranya yaitu melalui kebijakan trategis moratorium pemberian izin baru pada hutan primer dan lahan gambut yang terus dipertahankan sampai saat ini, memberikan lahan kepada masyarakat untuk mengelolanya secara lestari dan bertanggungjawab, menyelesaikan berbagai konflik penggunaan lahan, dan melakukan pemantauan izin serta penegakan hukum. Kelapa sawit yang dimanfaatkan sebagai minyak nabati selain meningkatkan perekononian juga dapat meningkatkan kerusakan lahan (Degradasi). Pemerintah melakukan kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta untuk pencegahan dan pemadaman dini kebakaran hutan dan lahan, termasukmembentuk bridage pemadam api (fire brigade), pengelolaan ekosistem gambut, restorasi landkap hutan, dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan kawasan konservasi melalui program perhutanan sosial, dan pengelolaan hutan lestari melalui penerapan mandatory forest dan sertifikasi hasil hutan. Berdasarkan data Perkembangan Luas Lahan Berhutan di Indonesia Kementerian Lingkungan Hudup dan Kehutanan (KemenLHK), pada tahun 2019 Hutan memiliki luasan sebesar 94,1 juta Ha atau 50% dari total daratan. Sedangkan pada tahun 2021 dikabarkan oleh KemenLHK luas hutan menjadi 90,2 Ha. Rasio luas tutupan hutan alam dibanding luas daratan pun semakin terlihat miris. Jumlah tersebut akan berperan dalam usaha Indonesia unutk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memenuhu target yang dudah ditetapkan untuk mengatasi perubahan iklim.
Pemerintah melakukan berbagai upaya mencegah deforestasi dan degradasi hutan, diantaranya yaitu melalui kebijakan trategis moratorium pemberian izin baru pada hutan primer dan lahan gambut yang terus dipertahankan sampai saat ini, memberikan lahan kepada masyarakat untuk mengelolanya secara lestari dan bertanggungjawab, menyelesaikan berbagai konflik penggunaan lahan, dan melakukan pemantauan izin serta penegakan hukum. Kelapa sawit yang dimanfaatkan sebagai minyak nabati selain meningkatkan perekononian juga dapat meningkatkan kerusakan lahan (Degradasi). Pemerintah melakukan kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta untuk pencegahan dan pemadaman dini kebakaran hutan dan lahan, termasukmembentuk bridage pemadam api (fire brigade), pengelolaan ekosistem gambut, restorasi landkap hutan, dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan kawasan konservasi melalui program perhutanan sosial, dan pengelolaan hutan lestari melalui penerapan mandatory forest dan sertifikasi hasil hutan. Berdasarkan data Perkembangan Luas Lahan Berhutan di Indonesia Kementerian Lingkungan Hudup dan Kehutanan (KemenLHK), pada tahun 2019 Hutan memiliki luasan sebesar 94,1 juta Ha atau 50% dari total daratan. Sedangkan pada tahun 2021 dikabarkan oleh KemenLHK luas hutan menjadi 90,2 Ha. Rasio luas tutupan hutan alam dibanding luas daratan pun semakin terlihat miris. Jumlah tersebut akan berperan dalam usaha Indonesia unutk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memenuhu target yang dudah ditetapkan untuk mengatasi perubahan iklim.
(Saragih samdysara, 2016) – Bisnis.com
Kerusakan Hutan di Indonesia telah berada pada level yang sangat kritis. Hal ini telah dilakukan penelitian yang menyebutkan pahwa Indonesia menjadi negara pengrusak hutan tertinggi di dunia dikarenakan banyak Kawasan hutan yang mengalami masalah kerusakan. Beberapa bentuk terjadinya kerusakan hutan dipicu oleh berbagai kegiatan seperti :
Sebagai negara Hukum, Indonesia seharusnya memegang otoritas tertinggi dalam penyelamatan hutan di Indonesia dan memberikan sanksi tegas kepada pihak pengusaha atau yang terkait agar lebih lebih menjalankan hukum yang sesuai dengan UU yang ada, yaitu UU no 18 tahun 2013 sehingga adanya efek jera bagi pelaku perusakan hutan. Untuk pihak pengusaha agar memperhatikan peraturan-peraturan pemerintah dalam mengolah hasil hutan dan dalam alih fungsi lahan hutan, sehingga dikemudian hari tidak terjadi masalah hutan yang mengakibatkan bencana bagi lingkungan dan manusia serta saran bagi masyarakat yang langsung bersentuhan dengan hutan adalah hendaknya menjaga hutan dan menghindari prilaku negatif yang berujung pada kerusakan hutan serta saran untuk masyarakat luas adalah hendak nya cermat dan efisien dalam memakai produk olahan hasil hutan sehingga bisa mengurangi permintaan terhadap hasil olahan hutan. Dasar Hukum yang memegang wewenang tentang kerusakan di Indonesia yang terdapat pada UU no 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hutan Indonesia secara berkelanjutan. Ketentuan perundangan ini adalah lex specialis (ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Kehutanan). UU P3H bertujuan untuk menjerat kejahatan kehutanan yang sistematis dan sulit untuk diselesaikan oleh UU No. 41 tahun 1999. Salah satu pasal dari UU P3H yang secara gamblang melarang kegiatan perusakan hutan adalah Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22. Pasal tersebut mengatur bagaimana UU P3H mengatur salah satu kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, yaitu penebangan liar. Untuk mengurangi dampak negatif industri kelapa sawit terhadap lingkungan, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai mitigasi atau mengurangi emisi karbon. Diantaranya adalah melakukan evaluasi kesesuaian lahan, yaitu dengan mengidentifikasi karakteristik lahan gambut sebelum melakukan deforestasi untuk pembukaan lahan perkebunan. Selain itu, juga dapat mengaplikasikan teknik zero burning yaitu teknik pembukaan lahan tanpa melakukan pembakaran pada lahan. Tentunya, untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan juga diperlukan dukungan kebijakan pemerintah. Salah satunya yaitu telah dikeluarkannya Permentan No.11 Tahun 2015 tentang penerapan ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Penerapan ISPO dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan perkebunan kelapa sawit melalui penerapan 7 prinsip dan kriteria. Pengelolaan lahan gambut dalam ISPO didukung dengan peraturan Permentan No. 14 Tahun 2009 dan Inpres No. 10 Tahun 2011. Beberapa pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan kejadian kebakaran hutan dan lahan yaitu:
Sebagai negara Hukum, Indonesia seharusnya memegang otoritas tertinggi dalam penyelamatan hutan di Indonesia dan memberikan sanksi tegas kepada pihak pengusaha atau yang terkait agar lebih lebih menjalankan hukum yang sesuai dengan UU yang ada, yaitu UU no 18 tahun 2013 sehingga adanya efek jera bagi pelaku perusakan hutan. Untuk pihak pengusaha agar memperhatikan peraturan-peraturan pemerintah dalam mengolah hasil hutan dan dalam alih fungsi lahan hutan, sehingga dikemudian hari tidak terjadi masalah hutan yang mengakibatkan bencana bagi lingkungan dan manusia serta saran bagi masyarakat yang langsung bersentuhan dengan hutan adalah hendaknya menjaga hutan dan menghindari prilaku negatif yang berujung pada kerusakan hutan serta saran untuk masyarakat luas adalah hendak nya cermat dan efisien dalam memakai produk olahan hasil hutan sehingga bisa mengurangi permintaan terhadap hasil olahan hutan. Dasar Hukum yang memegang wewenang tentang kerusakan di Indonesia yang terdapat pada UU no 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hutan Indonesia secara berkelanjutan. Ketentuan perundangan ini adalah lex specialis (ketentuan khusus) dari UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (Kehutanan). UU P3H bertujuan untuk menjerat kejahatan kehutanan yang sistematis dan sulit untuk diselesaikan oleh UU No. 41 tahun 1999. Salah satu pasal dari UU P3H yang secara gamblang melarang kegiatan perusakan hutan adalah Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22. Pasal tersebut mengatur bagaimana UU P3H mengatur salah satu kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan, yaitu penebangan liar. Untuk mengurangi dampak negatif industri kelapa sawit terhadap lingkungan, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai mitigasi atau mengurangi emisi karbon. Diantaranya adalah melakukan evaluasi kesesuaian lahan, yaitu dengan mengidentifikasi karakteristik lahan gambut sebelum melakukan deforestasi untuk pembukaan lahan perkebunan. Selain itu, juga dapat mengaplikasikan teknik zero burning yaitu teknik pembukaan lahan tanpa melakukan pembakaran pada lahan. Tentunya, untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan juga diperlukan dukungan kebijakan pemerintah. Salah satunya yaitu telah dikeluarkannya Permentan No.11 Tahun 2015 tentang penerapan ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Penerapan ISPO dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan perkebunan kelapa sawit melalui penerapan 7 prinsip dan kriteria. Pengelolaan lahan gambut dalam ISPO didukung dengan peraturan Permentan No. 14 Tahun 2009 dan Inpres No. 10 Tahun 2011. Beberapa pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan kejadian kebakaran hutan dan lahan yaitu
Melihat pentingnya peran hutan bagi keseimbangan ekosistem dunia, alangkah baiknya bagi kita untuk dapat turut serta saling bersinergi bersama masyarakat lainnya untuk bersama-sama menjaga hutan yang ada, karena hutan yang lestari adalah salah satu pendukung paling penting untuk menjaga keseimbangan alam. Peringatan Hari Hutan Sedunia diadakan dengan tujuan agar kita semakin sadar dan peduli tentang betapa pentingnya hutan bagi kehidupan setiap makhluk hidup yang tinggal di bumi kita ini. Ada berbagai ekosistem yang tinggal di dalam hutan, jika hutan terus dihabisi maka akan banyak kerugian yang kita rasakan, pasalnya bukan hanya kita yang membutuhkan hutan tetapi juga para generasi penerus kita. Udara yang bersih bisa dihasilkan oleh hutan yang ada di sekitar kita, penyerapan karbon dioksida yang dikeluarkan membantu kita untuk mengurangi kadar racun dalam kehidupan sehari-hari, dan dengan demikian sudah selayaknya kita menjaga dan melestarikan hutan di sekitar kita. Selain itu dengan semakin banyaknya hutan yang hilang menyebabkan perubahan iklim yang akan berpengaruh pada kehidupan kita sehari-hari, contohnya pemanasan global. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan antara lain:
Pada tanggal 21 Maret pada setiap tahunnya negara-negara didorong untuk melakukan upaya berskala lokal, Nasional maupun Internasional untuk membuat acara yang masih bersinggungan dengan hutan dan pohon. Memperingati hari kehutanan sedunia bisa dilakukan dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menghemat penggunaan kertas dan menghemat penggunaan tissue. Tanpa sadar, setiap hari kita pasti menggunakan atau paling tidak sangat berhubungan dengan kertas. boros kertas ternyata turut membantu laju pangurangan hutan (Deforestasi). Dalam sehari, jutaan lembar kertas yang digunakan oleh orang Indonesia sehingga ada jutaan pula pohon hutan yan ditebang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan meminimalisasi pengugnaan kertas, maka kita turut membantu menyelamatkan hutan Indonesia. Cara menghemat penggunaan kertas dapat dilakukan berupa Menggunakan kertas dua sisi, Menggunakan Kertas Bekas, Memaksimalkan dokumen secara digital, Menggunakan kertas daur ulang atau kertas berbahan non kayu, memanfaatkan media digital sebagai pengganti menyebarkan brosur.
Pada tanggal 21 Maret pada setiap tahunnya negara-negara didorong untuk melakukan upaya berskala lokal, Nasional maupun Internasional untuk membuat acara yang masih bersinggungan dengan hutan dan pohon. Memperingati hari kehutanan sedunia bisa dilakukan dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menghemat penggunaan kertas dan menghemat penggunaan tissue. Tanpa sadar, setiap hari kita pasti menggunakan atau paling tidak sangat berhubungan dengan kertas. boros kertas ternyata turut membantu laju pangurangan hutan (Deforestasi). Dalam sehari, jutaan lembar kertas yang digunakan oleh orang Indonesia sehingga ada jutaan pula pohon hutan yan ditebang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan meminimalisasi pengugnaan kertas, maka kita turut membantu menyelamatkan hutan Indonesia. Cara menghemat penggunaan kertas dapat dilakukan berupa Menggunakan kertas dua sisi, Menggunakan Kertas Bekas, Memaksimalkan dokumen secara digital, Menggunakan kertas daur ulang atau kertas berbahan non kayu, memanfaatkan media digital sebagai pengganti menyebarkan brosur.
Refrensi: Anggarini Nanin dan Bambang Trisakti, 2011. Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kebakaran Hutan dan Deforestasi di Provinsi Kamimantan Barat. Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 8, 2011:11-20. Aron Pangihutan Christian Tampubolon dan Rachmat Boedisantoso. 2016. Analisis Persebaran Polutan Karbon Monoksida dan Partikulat dari Kebakaran Hutan di Sumatera Selatan. JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Dyah Nur Isnain, APLIKASI REGRESI DATA PANEL DALAM MENENTUKAN DETERMINAN DEFORESTASI DI KALIMANTAN PERIODE 2014-2018 Determinants of Deforestation in Kalimantan 2014-2018: A Panel Data Application. 2019. Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s Izzatul Kamilia dan Nawiyanto. 2015. KERUSAKAN HUTAN DAN MUNCULNYA GERAKAN KONSERVASI DI LERENG GUNUNG LAMONGAN, KLAKAH 1999-2013. Volume 1 (3) Maret 2015 Iqbal Musyafa. 2020. https://www.aa.com.tr/id/nasional/indonesia-tekan-kasus- kebakaran-hutan-untuk-turunkan-emisi-karbon/1954995 . https://www.aa.com.tr/ Nurbaya, siti, 2018, https://www.sitinurbaya.com/status-hutan-indonesia-the- state-of-indonesias-forests-2018 , SitiNurbaya.com Saragih samdysara, 2016, https://ekonomi.bisnis.com/read/ 20160203/99/515864/jokowi-kaget-hutan-industri-kalah-luas-dari-kebun-sawit, Bisnis.com.
PT. AXO Green Laboratory - Green Chemistry Green Laboratory