\
Peningkatan
pertumbuhan industri dan aktivitas ekonomi di Indonesia melahirkan kontributor besar
dalam pencemaran lingkungan. Beragam kegiatan keseharian manusia baik individu
maupun kolektif (instansi atau masyarakat) memberikan kontribusi dalam
pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah dan sebagainya.
Kurangnya kesadaran
masyarakat dalam menjaga lingkungan seperti membuang sampah sembarangan, tidak hemat energi, menggunakan sumber daya secara berlebihan, penggundulan hutan
secara illegal, deforestasi, menggunakan kendaraan beremisi tinggi, dan pembangunan secara besar –
besaran. Ditambah lagi
dari berbagai permasalahan lingkungan secara global yang berakibat langsung
pada perubahan iklim, penipisan sumber daya alam, kepunahan keanekaragaman
hayati, penipisan lapisan ozon, pemanasan global dan sejenisnya yang akhirnya memunculkan
berbagai kerusakan serius pada sumber daya alam dan lingkungan.
Dalam upaya
penyelamatan lingkungan menuju pembangunan yang lestari, diperlukan peraturan
penataan lingkungan hidup yang dapat diaplikasikan mengingat beragamnya kondisi
di setiap wilayah
yang ada di Indonesia. Rencana usaha atau kegiatan pada suatu wilayah dapat
terlebih dahulu diprediksi untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari suatu
kegiatan. Laboratorium Lingkungan memiliki peran penting bagi pelaku usaha guna
penanggulangan
dampak negatif dari pembangunan melalui kaji kelayakan lingkungan secara
berkelanjutan.
Laboratorium Lingkungan Sebagai Dasar
Perencanaan dan Perizinan Pembangunan
Sebelum melakukan suatu kegiatan, instansi / pelaku usaha
wajib melakukan perencanaan pembangunan guna mengetahui dampak yang akan
ditimbulkan dari kegiatan tersebut. Terdapat peran laboratorium lingkungan dalam
penyusunan suatu perencanaan pembangunan yakni menyediakan data status lingkungan hidup wilayah tersebut. Setiap pelaku
usaha harus memiliki sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan seperti IPAL
dalam pengelolaan kualitas air, cerobong asap dalam pengelolaan kualitas udara
ambien serta penyediaan data kinerja utama dibidang yang di tekuni. Dalam upaya
memastikan pengendalian pencemaran yang masuk baik ke sumber-sumber air maupun
ke udara bebas, pelaku usaha harus mematuhi ketentuan dan perizinan yang telah
ditetapkan oleh hukum lingkungan. Menurut Subagiyo (2017) terdapat beberapa aspek
perizinan yang diperlukan dalam pengendalian lingkungan pada kualitas air, diantaranya izin lingkungan, izin pembuangan air limbah,
izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi pada tanah, izin pengelolaan air
limbah bagi pelaku usaha, serta surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup yang biasa dikenal dengan SPPLH.
Evaluasi dan Pengawasan Pengelolaan oleh
Laboratorium Lingkungan
Laboratorium
lingkungan memiliki peran penting dalam melakukan evaluasi dan pengawasan
kepada wilayah yang telah malaksanakan kegiatan/usaha. Proses evaluasi dan
pengawasan ini harus dimonitoring secara
berkala setiap
tahunnya. Pengulangan pengujian pada parameter dan titik lokasi yang sama
dilakukan kembali
guna mengetahui apakah ada perubahan
yang terjadi dan dampak yang ditimbulkan dalam kurun waktu tertentu.
Perolehan data dari
hasil pengujian laboratorium dianggap sebagai gambaran kualitas lingkungan pada
suatu wilayah. Data kualitas lingkungan yang valid dan akurat sangat dibutuhkan
dalam upaya penanganan masalah lingkungan yang ada. Laboratorium lingkungan
mampu menghasilkan data valid dan akurat yang dilakukan oleh sumber daya manusia
yang kompeten di bidangnya dan didukung oleh penerapan Good Laboratory
Practice dalam ISO/EIC 17025:2017. Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan bersertifikat akreditasi dalam
pengelolaan kualitas lingkungan. Nantinya, laboratorium
lingkungan bertugas memverifikasi keakuratan informasi hasil pengujian dan
melakukan pemantauan yang diberikan pelaku usaha dalam laporannya. Sedangkan pengawasan
terhadap kegiatan usaha dalam rangka pengendalian pencemaran air, pencemaran
udara, pencemaran tanah dan sebagainya tidak terlepas dari perencanaan,
pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian lingkungan serta dibutuhkan kesadaran dari
manusia itu sendiri
dalam menjaga dan pemulihan kualitas lingkungan.
AMDAL dalam Pembangunan
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 1999. Menteri dan/ Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Depertemen
menetapkan jenis usaha atau kegiatan
yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan dan diwajibkan untuk
melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi
lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup Kawasan.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/ kegiatan.
Permasalahan
yang terjadi di Indonesia karena lalai dan mengabaikan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan ada pada
kasus PT. Lapindo pada tahun 2006 di Sidoarjo yang menyebabkan musibah bocornya
penambangan gas alam. Musibah ini menyebabkan berbagai permasalahan yang sulit
untuk ditangani dan bahkan tidak dapat dihentikan. Lumpur yang disemburkan
setiap harinya mencapai 30.000 m3 dan material yang terkandung dalam
lumpur dicurigai banyak bahan beracun seperti timbal dan cadmium yang berada
diatas level yang diperbolehkan,
sehingga banyak tumbuhan dan makhluk hidup di sekitarnya mengalami kematian (Riski, 2017).
Dengan mempertimbangkan dan mengidentifikasi AMDAL, maka dapat diketahui dan ditetapkan penyebab perubahan lingkungan guna pencegahan, penanggulangan, meminimasisasi serta pengendalian lingkungan. Menurut Indasah (2020) keberhasilan dalam proses identifikasi bergantung pada kemampuan penyusunan dokumen AMDAL dalam memahami rincian kegiatan suatu usaha/proyek. Upaya AMDAL dalam pengendalian dampak lingkungan memuat 4 persyaratan dokumen yang terdiri dari Kerangka Acuan AMDAL (KA-AMDAL), AMDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Pelaporan Pelaksanaan RKL/RPL
Rencana
Pemantauan Lingkungan dan Rencana Pengelolaan Lingkungan yang biasa dikenal
dengan sebutan RKL/RPL termasuk salah satu dokumen persyaratan pengendalian
dampak lingkungan yang dibutuhkan dalam Analisa Dampak Lingkungan. RKL dan RPL
memuat upaya mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan dari suatu usaha dan/
proses pengambilan keputusan pada penyelenggaraan suatu kegiatan serta proses
evaluasinya. Instansi yang menyelenggarakan suatu kegiatan/usaha yang dikelola
berdasarkan hasil AMDAL wajib membuat pernyataan melaksanakan RKL dan RPL. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 ada beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam merumuskan rencana pamantauan lingkungan dalam
Dokumen RKL-RPL yaitu parameter lingkungan hidup yang mengalami perubahan;
sumber penyebab dampak; rencana pengumpulan dan analisis data meliputi jenis
data yang dikumpulkan, lokasi pemantauan, frekuensi dan jangka waktu
pemantauan, metode pengumpulan data, dan metode analisis data; pemantauan
lingkungan hidup harus layak secara ekonomi, memperhatikan sifat peneglolaan
dampak lingkungan hidup yang dirumuskan dalam rencana pengelolaan lingkungan
hidup. Pelaporan dokumen RKL/RPL memuat pernyataan dan tujuan pelaksanaan
kegiatan dan pernyataan kebijakan lingkungan dalam komitmen melakukan
penyempurnaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara berkelanjutan yang
disebabkan oleh kegiatan-kegiatannya. Penyusunan Dokumen RKL/RPL dalam AMDAL
harus diuraikan secara jelas dan tersampaikan aspek-aspek pengelolaan
lingkungan hidup atas dampak yang ditimbulkan.
Pemeriksaan
Formulir UKL-UPL
Formulir
UKL-UPL merupakan salah satu persyaratan mengajukan permohonan izin lingkungan
diluar dokumen AMDAL. Setiap usaha/kegiatan yang memiliki AMDAL atau UPL-UKL
wajib memiliki
izin lingkungan sesuai Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2008. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup menyatakan
bahwa kegiatan yang
tidak diwajibkan Menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan wajib melakukan
upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UPL). Pada dasarnya, UPL dan UKL digunakan sebagai pelengkap usaha dan
kegiatan untuk menanggulangi berbagai permasalahan hukum di kemudian hari. UPL dan UKL ini
ditujukkan langsung oleh pelaku usaha yang tidak memiliki dampak lingkungan
yang cukup besar. Akan tetapi, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan UPL dan
UKL bagi pelaku usaha tergantung pada besar kecilnya jenis usaha, lokasi
dilakukan usaha, dan besarnya dampak yang diberikan oleh lingkungan. Berdasarkan
Permen LH Tahun 2012 tetang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup
Menjelaskan bahwa setiap usaha yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL
wajib memiliki UPL-UKL dan harus melaporkannya setiap 6 bulan sekali.
Refrensi:
Effendi Prillandaru. 2013. RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL) Kegiatan Pengusahaan Panas Bumi untuk PLTP Muara
Laboh 250 MW di Kabupaten Solok Selatan. Provinsi Sumatera Barat: Supremeenergy.
Hudha
Atok Miftachul. 2019. Etika Lingkungan (Teori dan Praktik Pembelajarannya).
Malang: UMM Press.
Indasah.
2020. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Yogyakarta: Deepublish.
Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 86 Tahun 2002 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup.
LPP Kampus C. 2006.
https://www.unair.ac.id/ternyata-lapindo-tak-punya-amdal-berita_514.html. Diakses
pada 11 Oktober 2021.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
Riski Petrus. 2017.
https://www.voaindonesia.com/a/lumpur-lapindo-11-tahun-masalah-lingkungan-dan-kesehatan-masih-ancam-warga/3875373.html. Diakses
pada 11 Oktober 2021
Subagiyo Hernri. 2017. Buku Panduan Pengawasan dan Penegakan Hukum Dalam Pencemaran Air. Jakarta
Selatan : Indonesia Center For Enviromental Law (ICEL).
PT. AXO Green Laboratory - Green Chemistry Green Laboratory